Pemerintah secara resmi mengumumkan penghentian impor jagung untuk pakan ternak setelah menyaksikan hasil panen fenomenal 9,11 ton/hektare di lahan percontohan Dusun Canden, Bantul, DIY. Angka ini melampaui dua kali lipat produktivitas nasional (4-5 ton/hektare) dan menjadi bukti keberhasilan program ketahanan pangan.
Fakta Kunci Panen Raya
-
Lokasi: Lahan tidur eks-transmigran seluas 3 hektare (dibangkitkan Polres Bantul).
-
Produktivitas: 9,11 ton/hektare (tertinggi se-Indonesia 2025).
-
Pihak Terlibat: Kementan, TNI-Polri, Pemda DIY, BBWSO, dan petani lokal.
Pernyataan Strategis Pemerintah
Yudi Sastro (Dirjen Tanaman Pangan Kementan):
“Kebutuhan jagung pakan nasional 15 juta ton kini terpenuhi! Tak ada lagi impor. Bahkan jagung pangan impor akan kita olah dan ekspor.”
Ia menekankan sinergi Kementan-TNI-Polri-pemda sebagai “pilar swasembada”, menyebut ekspor jagung dari Kalbar, Surabaya, Gorontalo, dan NTB sebagai bukti.
Abdul Halim Muslih (Bupati Bantul):
*”Skema jaminan harga Rp 5.500/kg jagung dan Rp 6.500/kg padi, plus dukungan irigasi, membuat petani sejahtera. Bantul surplus beras dan jagung tahun ini!”*
Transformasi Lahan Tidur
AKBP Novita Eka Sari (Kapolres Bantul):
“Lahan ini sebelumnya terlantar. Kini jadi bukti: lahan tidur bisa jadi penopang ketahanan pangan. Kami dukung target 1 juta hektar lahan jagung nasional!”
Dampak Nasional
Indikator | Capaian |
---|---|
Produktivitas Jagung | 9,11 ton/ha (Bantul) vs 4-5 ton/ha (nasional) |
Harga Jaminan | Jagung: Rp 5.500/kg; Padi: Rp 6.500/kg |
Ekspor Jagung | Aktif dari Kalbar, Surabaya, Gorontalo, NTB |
Masa Depan Ketahanan Pangan
Pemerintah menegaskan model Bantul akan direplikasi nasional. Sinergi TNI (optimalisasi lahan), Polri (pengembangan lahan tidur), dan pemda (infrastruktur) menjadi kunci terwujudnya “Indonesia Lumbung Pangan 2045”.