Dalam momentum peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengajak seluruh masyarakat untuk merenungkan kembali makna terdalam dari Pancasila. Ia menekankan bahwa lima sila dasar negara Indonesia bukan hanya sekumpulan norma atau pasal dalam undang-undang, tetapi merupakan ruh moral dan spiritual bangsa.

“Kalau hanya mengandalkan hukum positif tanpa memperhatikan nilai spiritual, saya bisa saja menjadi seperti penguasa otoriter seperti Kim Il-Sung,” ucap Farhan kepada wartawan di Pendopo Kota Bandung, Sabtu (31/5/2025).

Pancasila: Dari Hutan Arjasari ke Hati Bangsa

Farhan juga mengingatkan bahwa lahirnya Pancasila tidak terlepas dari proses spiritual yang mendalam, sebagaimana dialami Bung Karno saat melakukan kontemplasi di Hutan Arjasari, Banjaran. Menurutnya, pemahaman atas nilai-nilai Pancasila perlu dilandasi oleh kesadaran spiritual dan bukan semata-mata oleh logika hukum formal.

Untuk itu, ia menyatakan komitmennya dalam melestarikan situs-situs sejarah yang memuat nilai perjuangan dan spiritualitas bangsa. “Saya ingin mendorong pelestarian tempat-tempat bersejarah ini, termasuk makam tokoh inspiratif,” ujarnya.

Keadilan Sosial: Bukan Sekadar Tertulis, Tapi Harus Dirasakan

Menyoroti sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” Farhan mengingatkan bahwa keadilan sejati bukan hanya tertulis dalam dokumen hukum, tetapi harus menjadi rasa yang benar-benar dirasakan rakyat.

“Keadilan itu adalah rasa. Kita sering lihat pelaku kejahatan kecil dihukum berat, sementara koruptor bisa lolos dengan hukuman ringan. Ini melukai rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.

Farhan juga memperkenalkan pendekatan baru dalam memahami keadilan, yakni sebagai equilibrium (keseimbangan), bukan sekadar equal (kesamaan). Menurutnya, keadilan harus mempertimbangkan konteks, kebutuhan, dan kondisi masing-masing individu.

Harmoni Sosial dan Toleransi di Bandung

Dalam kesempatan tersebut, Farhan turut mengapresiasi suasana kerukunan dan toleransi antarumat beragama serta antarwarga di Kota Bandung. Ia mencontohkan keberhasilan menjaga kondusivitas antara Bobotoh dan Jakmania, dua kelompok suporter yang dahulu kerap berseteru.

“Sejak 2018, kami bisa menjaga kondusivitas antara Bobotoh dan Jakmania, dua kelompok suporter yang dulu sering konflik,” katanya. Hal ini dinilainya sebagai buah dari pengamalan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga, “Persatuan Indonesia.”

Pancasila dalam Tindakan Nyata

Sebagai penutup, Farhan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak hanya menjadikan Pancasila sebagai hafalan semata, tetapi juga sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari.

“Kalau Pancasila hanya dihafalkan, nilainya akan kering. Namun jika diamalkan lewat gotong royong, toleransi, keadilan maka kita bisa menjadikan Bandung kota yang damai dan maju,” pungkasnya.

By Luthfan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *