The Hague, Belanda – Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) secara resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, serta Kepala Militer Hamas, Mohammed Deif. Pengumuman ini disampaikan Kamis malam waktu setempat dan menimbulkan reaksi beragam dari berbagai pihak.
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, menyebut Netanyahu kini sebagai “buronan resmi” ICC. Surat perintah tersebut menuduh Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik Israel-Palestina yang berlangsung sejak Oktober 2023 hingga Mei 2024.
Menurut ICC, kejahatan yang didakwa mencakup penggunaan kelaparan sebagai metode perang, pembunuhan, penganiayaan, serta tindakan tidak manusiawi lainnya terhadap penduduk sipil di Gaza. Lembaga ini juga menuduh keduanya secara sengaja merampas kebutuhan pokok seperti makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik dari penduduk Gaza, yang menyebabkan kekurangan gizi dan dehidrasi fatal, termasuk di kalangan anak-anak.
Mengenai Mohammed Deif, ICC menyatakan surat perintah juga dikeluarkan meski statusnya sebagai korban tewas dalam operasi Israel pada Agustus lalu belum dikonfirmasi oleh Hamas.
Implikasi Surat Perintah
Surat perintah ini menempatkan Netanyahu dan Gallant dalam posisi sulit, terutama di wilayah 124 negara anggota ICC yang wajib menangkap mereka jika hadir di yurisdiksi mereka. Kepala Jaksa ICC, Karim Khan, mendesak negara anggota untuk mematuhi perintah tersebut dan meminta kerja sama dari negara non-anggota demi menegakkan hukum internasional.
Surat perintah awalnya dirahasiakan untuk melindungi saksi dan menjaga kelancaran investigasi. Namun, ICC memutuskan untuk mempublikasikannya dengan alasan adanya tindakan serupa yang terus berlangsung serta untuk memenuhi kepentingan korban dan keluarga mereka.
Respons dari Palestina
Otoritas Palestina dan Hamas menyambut baik langkah ICC. Hamas menyatakan ini sebagai langkah penting menuju keadilan, meski tetap menilai tindakan tersebut hanya bersifat simbolis tanpa dukungan nyata dari negara-negara dunia.
“Langkah ini penting menuju pemulihan bagi para korban secara umum,” kata anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, dalam pernyataannya.
Langkah bersejarah ini diharapkan memberikan dampak besar terhadap dinamika geopolitik dan membawa perhatian baru terhadap isu-isu kemanusiaan di Gaza, meskipun implementasi surat perintah masih tergantung pada komitmen negara-negara terkait.