Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menanggapi kabar mengenai 60 industri tekstil yang gulung tikar dalam dua tahun terakhir akibat dampak membanjirnya impor tekstil. Pihak kementerian berkomitmen untuk menyelidiki penyebab penutupan industri-industri tersebut.

“Kami akan mengeceknya,” ujar Direktur Industri, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/12/2024).

Adie menjelaskan bahwa pihaknya ingin memastikan apakah penutupan industri-industri tersebut disebabkan oleh masalah daya saing atau terkait kebijakan upah minimum provinsi (UMP). “Apakah mereka tutup karena relokasi dari Banten atau Jawa Barat ke Jawa Tengah karena UMP,” jelasnya.

Ia mengakui bahwa serbuan produk impor telah memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil dalam negeri, terutama karena harga produk impor yang lebih rendah dibandingkan produk lokal.

Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) melaporkan data yang mengkhawatirkan. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (17/12/2024) mengungkapkan bahwa sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi selama periode 2022-2024. Dampaknya, sekitar 250 ribu karyawan terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Redma menekankan bahwa penutupan massal ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal yang masuk ke pasar domestik tanpa pengawasan ketat dari pemerintah. Situasi ini semakin memperburuk kondisi industri tekstil nasional yang telah mengalami deindustrialisasi selama satu dekade terakhir.

By Luthfan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *