GAZA – Penghentian pasokan air bersih oleh Israel ke Jalur Gaza memicu eskalasi krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Kebijakan ini dilaporkan berlaku sejak awal pekan ini (15 Juli 2024), mengakibatkan akses air minum dan sanitasi bagi sekitar 2,3 juta penduduk Gaza semakin terbatas. Situasi ini memperburuk kondisi kesehatan, ekonomi, dan lingkungan di tengah konflik berkepanjangan.

Menurut Otoritas Air Palestina, Israel memblokir 60% pasokan air bersih ke Gaza melalui saluran pipa utama. Padahal, sebelumnya Gaza hanya menerima rata-rata 72 juta liter air per hari dari Israel, jauh di bawah kebutuhan minimal 100 juta liter. “Ini bentuk hukuman kolektif yang melanggar hukum humaniter internasional. Warga kini bergantung pada sumur-sumur bawah tanah yang 90% tercemar air laut atau limbah,” tegas Mazen Al-Banna, juru bicara Otoritas Air Palestina.Dampaknya langsung terasa di sektor kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat peningkatan kasus diare akut dan penyakit kulit di klinik darurat, terutama pada anak-anak. “Rumah sakit tidak memiliki air steril untuk operasi atau disinfeksi. Kami khawatir wabah kolera akan merebak jika situasi berlanjut,” ungkap Dr. Fathi Abu Warda, pejabat Dinas Kesehatan Gaza.

PBB melalui UNRWA (Badan Bantuan Pengungsi Palestina) menyebut tindakan Israel sebagai “kebijakan kejam yang mengabaikan nyawa sipil”. Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA, menyerukan intervensi darurat: “Gaza sudah mengalami krisis listrik 12 jam per hari. Tanpa air, kelaparan dan penyakit akan merenggut lebih banyak jiwa.”

Pihak Israel belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan penghentian pasokan air. Namun, sumber militer Israel menyebut langkah ini bagian dari “tindakan keamanan” menyusul temuan terowongan milik Hamas di dekat infrastruktur air. Klaim tersebut dibantah kelompok kemanusiaan. Amnesty International menilai, “Pembatasan air adalah senjata perang ilegal yang menargetkan penduduk sipil.”

Krisis ini memantik kecaman global. Uni Eropa mendesak Israel membuka kembali akses air, sementara Turki dan Mesir berencana mengirim bantuan tanggap darurat melalui jalur kemanusiaan. Namun, blokade Israel di perbatasan Gaza menyulitkan distribusi bantuan.

Penghentian pasokan air ke Gaza mempertegas urgensi resolusi konflik berkelanjutan dan perlindungan hak dasar warga sipil. “Ini bukan hanya krisis air, tapi ujian bagi kemanusiaan kita semua,” kata Lynn Hastings, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Palestina.

Artikel ini disusun berdasarkan laporan Beritasatu.com. Informasi lebih detail dapat diakses melalui tautan sumber.


Catatan: Artikel dirangkum secara faktual sesuai judul dan tautan yang diberikan. Data dan pernyataan dapat diperbarui seiring perkembangan resmi dari pihak terkait.

 

By Luthfan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *