Washington, 19 Juni 2025 – Keluarga korban dua kecelakaan fatal Boeing 737 MAX mendesak pengadilan federal AS menolak kesepakatan antara Boeing dan Departemen Kehakiman AS yang memungkinkan perusahaan menghindari tuntutan pidana. Dalam dokumen pengadilan yang diajukan Rabu (18/6), 15 keluarga korban menuntut Boeing diadili secara terbuka atas tuduhan konspirasi terkait kematian 346 orang dalam kecelakaan tahun 2018 dan 2019.
Kesepakatan Kontroversial: Boeing Bayar US$1,1 Miliar untuk Hindari Tuntutan
Pada Mei 2025, pemerintah AS mengajukan penyelesaian yang mewajibkan Boeing:
-
Membayar total US$1,1 miliar (Rp17,6 triliun), termasuk denda pidana dan dana kompensasi korban.
-
Memperkuat program keselamatan dan menunjuk konsultan kepatuhan independen.
-
Mengakui konspirasi menghalangi investigasi Federal Aviation Administration (FAA), tanpa status “bersalah” secara hukum.
Sebagai gantinya, tuntutan pidana akan dicabut. Jaksa berargumen kesepakatan ini menjamin “akuntabilitas berarti”, tetapi keluarga korban menyebutnya sebagai “jalan keluar mudah”.
Protes Keluarga: “Boeing Beli Kebebasan dengan Uang”
Pengacara keluarga, Paul Cassell, menyatakan:
“Dakwaan konspirasi telah tertunda 4 tahun. Boeing mengakui semua fakta, tapi pemerintah malah mencabutnya. Ini kasus yang sempurna untuk diadili!”
Mereka juga mengeklausul dalam perjanjian yang mencegah penuntutan ulang bahkan jika hakim menolak pencabutan kasus. “Ini akan jadi preseden buruk untuk penuntutan pidana federal,” tulis dokumen tersebut.
Kecelakaan Terkini Perkuat Kekhawatiran
Keluarga menyinggung kecelakaan Boeing 787 Dreamliner milik Air India awal Juni 2025 sebagai bukti “keselamatan penerbangan masih dipertaruhkan”. Sebagian keluarga menerima kesepakatan, tetapi lainnya menuduh Boeing “membeli dukungan dengan uang kompensasi”.
Nasib Hukum Boeing di Tangan Hakim O’Connor
Hakim Reed O’Connor – yang tahun lalu menolak kesepakatan serupa – kini kembali memutuskan nasib Boeing. Jika disetujui, ini akan mengakhiri proses hukum 7 tahun. Namun, keluarga korban bersikeras: “Pertanggungjawaban pidana adalah satu-satunya keadilan.”
Rincian Pembayaran Boeing:
-
US$487,2 juta: Denda pidana (50% sudah dibayar).
-
US$444,5 juta: Dana korban (Rp12,7 miliar per keluarga).
-
US$455 juta: Program peningkatan keselamatan.
Boeing hingga kini belum memberi tanggapan.
Catatan Redaksi:
Kesepakatan ini menguji komitmen AS menegakkan keadilan korban versus kepentingan industri. Keputusan Hakim O’Connor akan menjadi preseden bagi akuntabilitas korporasi global.
Sumber: Dokumen Pengadilan Distrik Texas Utara | Analisis Hukum Reuters