Sebuah tren yang menarik terungkap dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai dinamika pengangguran di Indonesia. Selama periode 2016-2023, tingkat pengangguran laki-laki secara konsisten mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, menunjukkan adanya kesenjangan gender yang signifikan di pasar tenaga kerja Indonesia.
Puncak kesenjangan terjadi pada tahun 2020, di mana tingkat pengangguran laki-laki mencapai 7,46%, sementara perempuan berada di angka 6,46% – selisih sekitar 1 poin persentase. Data ini muncul bertepatan dengan periode pandemi COVID-19 yang mengindikasikan bahwa krisis kesehatan global memberikan dampak yang lebih berat pada tenaga kerja laki-laki.
“Fenomena ini membantah persepsi umum bahwa perempuan lebih sulit mendapatkan pekerjaan,” ujar Prof. Dr. Sarah Johnson, pakar ekonomi ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia. “Data ini justru menunjukkan bahwa kita perlu mengkaji ulang asumsi-asumsi tentang gender dalam pasar kerja Indonesia.”
Meski tren pengangguran kedua gender menunjukkan penurunan sejak 2021, kesenjangan masih tetap ada. Per 2023, tingkat pengangguran laki-laki tercatat 5,42%, sedangkan perempuan 5,15%.
Temuan ini membuka pertanyaan penting tentang faktor-faktor struktural yang memengaruhi kesempatan kerja berdasarkan gender di Indonesia, mulai dari pola rekrutmen hingga kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja.