Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan tetap memperhatikan perlindungan pekerja dan buruh, khususnya di sektor padat karya dan yang terdampak PHK. Pemerintah telah menyiapkan berbagai program mitigasi untuk menjaga kesejahteraan pekerja.
“Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat UU yang mengusung prinsip keadilan. Kenaikan ini bersifat selektif dimana masyarakat mampu akan membayar pajak lebih banyak, sedangkan masyarakat tidak mampu akan mendapat perlindungan penuh dari negara,” jelas Yassierli dalam keterangannya pada Senin (23/12/2024).
Untuk melindungi pekerja sektor padat karya, pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan. Selain itu, iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan mendapat diskon 50% selama enam bulan untuk meringankan beban perusahaan dan pekerja.
Bagi pekerja yang terkena PHK, pemerintah menyediakan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini mencakup manfaat tunai sebesar 60% flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
“Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,” tegas Menteri Ketenagakerjaan.
Yassierli menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan perlindungan sosial agar dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh,” tutupnya.