Setiap bulan, puluhan anak menjalani prosedur cuci darah atau hemodialisis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Namun, pihak rumah sakit menegaskan bahwa prosedur ini tidak terkait dengan kebiasaan mengonsumsi minuman manis, seperti yang diklaim beberapa laporan.

Menurut Konsultan Nefrologi Anak RSHS, Prof. Dany Hilmanto, mayoritas kasus cuci darah pada anak disebabkan oleh kelainan struktural ginjal atau penyakit glomerulus yang telah ada sejak lama. “Kebiasaan mengonsumsi minuman manis tidak serta merta menyebabkan gagal ginjal secara langsung. Prosesnya memerlukan waktu lama dan melalui tahapan seperti hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas sebelum berkembang menjadi gagal ginjal,” ungkap Prof. Dany di Bandung.

Di RSHS, saat ini terdapat sekitar 20 anak yang menjalani cuci darah secara rutin setiap bulan, jumlah ini dinilai masih dalam batas normal. “Kasus cuci darah untuk anak-anak dengan penyakit ginjal kronis berkisar antara 10 hingga 20 anak per bulan, tanpa adanya tren peningkatan atau penurunan yang signifikan,” jelas dr. Ahmedz Widiasta, Staf Divisi Nefrologi RSHS Bandung.

Di sisi lain, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta melaporkan bahwa ada sekitar 60 anak yang menjalani cuci darah secara rutin. Dr. Eka Laksmi Hidayati, dokter spesialis anak di RSCM, menjelaskan bahwa tingginya angka ini disebabkan oleh rujukan dari berbagai daerah, termasuk luar Pulau Jawa. “Kami ingin memperluas layanan ini ke lebih banyak provinsi, mengingat saat ini hanya sedikit daerah yang memiliki fasilitas cuci darah untuk anak dan dokter nefrologi anak yang memadai,” ujar Eka.

Dengan adanya perbedaan angka antara RSHS dan RSCM, Kementerian Kesehatan sedang merancang upaya untuk mendistribusikan layanan dialisis anak secara lebih merata di seluruh Indonesia.

By artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *