Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan telah mengatur secara rinci mengenai hak-hak pekerja dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), khususnya yang disebabkan oleh kepailitan perusahaan. Regulasi ini memberikan kepastian hukum terkait kewajiban perusahaan dalam pembayaran pesangon kepada buruh yang terkena PHK.
Berdasarkan Pasal 156 Ayat 1 UU Cipta Kerja, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon kepada karyawan yang mengalami PHK. Besaran pesangon yang diterima oleh pekerja tidak bersifat seragam, melainkan dihitung berdasarkan masa kerja masing-masing karyawan di perusahaan tersebut.
Ketentuan ini menjadi landasan hukum yang menjamin hak-hak pekerja untuk mendapatkan kompensasi yang adil ketika menghadapi situasi PHK. Sistem penghitungan pesangon yang berbasis masa kerja ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan atas loyalitas dan kontribusi pekerja selama bekerja di perusahaan.
Melalui regulasi ini, pemerintah berupaya menciptakan keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan pekerja, terutama dalam situasi perusahaan mengalami kepailitan. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja, sekaligus menciptakan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif di Indonesia.
Para pekerja diharapkan dapat memahami hak-hak mereka sebagaimana diatur dalam UU ini, sementara perusahaan juga perlu mematuhi ketentuan tersebut untuk menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja dalam situasi PHK.